• S e l a m a t     D a t a n g     D i     W e b s i t e     S M K    N E G E R I    1    R O B A T A L    S A M P A N G
Menggagas Pesantren Kejuruan

Kehidupan masyarakat Madura tidak terlepas dari peran ulama. Ulama menjadi panutan, pemimpin, tempat berbagi dan sebagai guru agama. Bahkan ulama lebih mempunyai peran vital ketimbang umara’ (Pemerintah) khususnya di pedesaan. Hal ini disebabkan kultur pendidikan asli masyarakat Madura berasal dari pesantren yang notabene dipimpin oleh seorang ulama. Sebutan aslinya kiyai atau Mak kaeh dalam bahasa Madura. Kiyai menjadi sentral dalam struktur sosial masyarakat Madura. Apa yang dikatakan kiyai selalu menjadi pedoman atau dapat menjadi justifikasi sebuah persoalan benar atau salah. Padahal sebuah perkataan perlu refleksi atau tabayyun untuk menentukan sebuah kebenaran ataupun kesalahan. Agar terhindar dari taklid buta.

Terlepas dari persoalan tersebut potensi pesantren sangat besar di Madura. Walaupun dari statistik jumlah pesantren belum didapat jumlah yang pasti pesantren di Madura, tapi dapat dipastikan jumlah pesantren sangatlah banyak. Karena memang banyak pesantren yang tidak terdata baik oleh kementerian agama maupun kementrian pendidikan nasional melalui dinas pendidikan kota/kabupaten. Hal ini disebabkan banyak pesantren yang system pendidikannya masih menggunakan sistem tradisional atau salaf yang tidak mau adanya campur tangan pemerintah.

Didaerah pedesaan pesantren lebih menjadi prioritas dalam menimba ilmu ketimbang lembaga pendidikan formal. Hal ini lebih disebabkan banyak factor antara lain pemahaman yang memisahkan antara ilmu agama dan sains. Padahal keduanya harus dikuasai untuk hidup bahagia di dunia dan akherat, itu pesan nabi melalui hadisnya.

Pesantren dalam membentuk generasi muda Islam perlu pembaharuan baik dalam pola pikir maupun strategi pelaksanaan pendidikanya. Perlu modifikasi dan inovasi disesuaikan dengan perkembangan zaman tanpa mengurangi atau menghilangkan keaslian tradisi pesantren. Pesantren yang dikenal sebagai kaum marginal perlu direspon dengan perubahan dan keterbukaan terhadap modernisasi ilmu pengetahuan dan pola pikir kreatif dan inovatif.

Benar kata seorang da’i yang berpesan bahwa generasi muslim haruslah berotak Jerman namun mesti berhati Mekkah. Artinya seorang muslim harus menguasai ilmu pengetahuan, skill/keterampilan yang kompeten, penguasaan teknologi informasi atau mampu menembus batas keduniaan mencapai samudera jagat raya namun kesemuanya itu harus dibingkai dengan nilai-nilai keislaman. Sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai dapat bermanfaat bagi kemaslahatan manusia.

Tanpa sadar eraglobalisasi telah mencengkram kehidupan manusia saat ini. Mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali manusia harus berhubungan dengan perubahan. Karena memang orang yang tak mau berubah akan tergilas oleh perubahan. Saat ini, siapa yang tidak kenal handphone. Produk teknologi ini setiap saat menjadi teman setia bagi penggunanya. Mulai dari pejabat, pengusaha, pedagang, bisnisman, tukang becak, kiyai, santri bahkan anak TK pun sudah tidak asing dengan alat komunikasi ini.

Begitu pula dengan pesantren harus mampu bersanding mesra dengan eraglobalisasi. Pesantren harus siap menyongsong eraglobalisasi. Perlu penyesuaian dalam tata kelolanya dengan perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi. Sebenarnya banyak pesantren telah memililki sekolah umum bahkan sekolah kejuruan. Namun jumlahnya sangat terbatas untuk diakses oleh masyarakat Madura baik keterbatasan daya tampung maupun letak georafis yang jauh. Jenis pesantren dikenal dengan istilah pesantren modern. Sebuah pesantren dengan model pendidikan tidak hanya berfokus pada ilmu agama Islam namun adanya penambahan ilmu umum di dalam system pendidikannya.

Lalu bagaimana dengan pesantren salaf ? Pesantren jenis ini banyak tersebar seantero pelosok Madura. Pesantren salaf dikelola secara personal oleh pengasuh pesantren dengan model pendidikan Diniyah. Sentuhan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi tidak dikenal dalam pesantren jenis ini. Benar-benar focus pada ilmu agama Islam. Fokus pesantren salaf pada penguasaan ilmu agama tidak perlu diragukan lagi. Namun yang menjadi perhatian bersama adalah setelah lulus, santri lulusan pesantren salaf punya keterampilan apa untuk mencari rizkinya. Realitasnya lulusan pesantren salaf biasanya berprofesi sebagai buruh , petani, pedagang besi tua, tukang ojek bahkan ada yang menjadi tukang becak. Walaupun pekerjaan tersebut semuanya halal namun perlu peningkatan kualitas taraf hidup lulusan pesantren salaf.

Globalisasi dan industrialisasi Madura didepan mata. Jembatan Suramadu telah dibangun dan menjadi ikon pembangunan Madura. Pesantren salaf harus berbenah menyongsongnya. Pesantren salaf harus terbuka terhadap perubahan, budaya kreatif, inovasi dan industri harus mulai ditanamkan kepada santri dalam penyiapan sumber daya manusia local khususnya dari pesantren salaf.

Solusi paling praktis untuk pesantren salaf dan modern dalam menyonsong industrialisasi Madura yaitu dengan menggagas sebuah “pesantren kejuruan” yaitu menambahkan keterampilan kejuruan dalam pembelajaran di pesantren. Misalnya keterampilan computer, service handphone, service elektronika, service sepeda motor, tata busana, pengolahan hasil pertanian dan lain-lain.

Formulasi kurikulum pesantren kejuruan memang masih tataran ide, perlu pemikiran lebih lanjut dan kajian yang intensif. Agar jenis keterampilan yang dipilih betul-betul sesuai dengan karakter budaya local. Instansi terkait seperti Dinas Pendidikan, Disnaker melalaui BLK (Balai latihan kerja) dan Sekolah Menengah Kejuruan dapat berpartisipasi sebagai fasilitator. Namun yang terpenting dukungan pemerintah daerah di Madura untuk menyiapkan sumber daya lokal (Pribumi) yang berasal dari kalangan pesantren harus segera dilaksanakan sejak sekarang, jangan sampai industrialisasi Madura diisi oleh tenaga kerja dari luar Madura. Kita hanya jadi penonton bukan pemain.

Catatan : artikel ini pernah dimuat di Radar Madura

Klik Icon Di Bawah Untuk Membagikan Artikel
: 564 Post Views

TINGGALKAN KOMENTAR